Penguatan APIP Oleh Kemendagri


PENGUATAN PENGAWASAN DAN KELEMBAGAAN APARAT PENGAWAS INTERN PEMERINTAH (APIP) OLEH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

   
Oleh:
Ahmadi Anjas
 

Latar Belakang

Hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah salah satu bentuknya ialah berwujud pengawasan, hal ini dikemukan oleh Soehino yaitu: “Hubungan antara pemerintah daerah dengan pemerintah atau dengan pemerintah daerah tingkat atasnya, merupakan hubungan pengawasan”, hal yang sama juga dikemukakan The Liang Gie: “Salah satu bentuk hubungan lain antara pusat dengan daerah ialah berwujud pengawasan oleh Pusat terhadap Daerah”. Dari pemikiran tersebut menggambarkan pada intinya pengawasan itu adalah salah satu perwujutan hubungan antara pemerintah dengan pemerintah daerah dan pemerintah tingkat atasnya.

Hal ini sejalan pemikiran yang dikemukan Ninik Widiyanti dan Sunindhia yaitu: Oleh karena harus ada keserasian hubungan antara Pusat dan Daerah dan terjaganya keutuhan Negara Kesatuan maka Pusat sebagai penanggung jawab secara utuh tentang kehidupan bernegara perlu mengadakan pengawasan terhadap daerah-daerah. Harus pula dijaga agar otonomi ini akhirnya tidak akan menimbulkan suatu daerah yang bersifat “staat” juga. Pengawasan oleh pusat terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah, akibat mutlak dari negara kesatuan, hal ini dikemukan Ninik Widyanti dan Sunindhia yaitu: “Pengawasan terhadap segala kegiatan pemerintah daerah termasuk Keputusan Kepala Daerah dan Peraturan Daerah merupakan suatu akibat mutlak dari adanya negara kesatuan”.[1]

Sehingga Pemerintah Pusat harus melakukan pengawasan atas penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah. Meskipun berlaku otonomi daerah dan desentralisasi hal tersebut bukan pula meniadakan pengawasan pusat terhadap daerah. Dimana adanya pengawasan tersebut adalah agar penyelenggaraan pemerintahan antara pusat dan daerah berjalan selaras dan sesuai Undang-undang. Maka dari itu dibentuklah Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP).

Berdasarkan UU 23 Tahun 2014, pasal 1 ayat 46, Aparat Pengawas Internal Pemerintah adalah inspektorat jenderal kementerian, unit pengawasan lembaga pemerintah nonkementerian, inspektorat provinsi, dan inspektorat kabupaten/Kota. Selanjutnya dalam pasal 216 ayat 2, Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) adalah inspektorat daerah, yang mempunyai tugas membantu kepala daerah membina dan mengawasi pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah dan Tugas Pembantuan oleh Perangkat Daerah.

Namun, adanya APIP ini pelaksanaan pengawasan didaerah masih belum optimal hal dibuktikan dengan telah tercatat adanya 99 Kepala Daerah yang terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK. Belum lagi banyaknya kasus korupsi yang dilakukan oleh Anggota DPRD dan para birokrat di daerah. Hal tersebut diakibatkan oleh kelembagaan APIP yang dalam hal ini Inspektorat Daerah berada langsung dibawah Kepala Daerah membuat APIP rentan dan lemah membuat Kementerian Dalam Negeri kemudian mengambil alih langsung kendali APIP untuk memperkuat pengawasan dan kelembagaan APIP.


KAJIAN TEORITIS 

Pengawasan

Lembaga Administrasi Negara (1996) mengungkapkan bahwa pengawasan adalah salah satu fungsi organik manajemen, yang merupakan proses kegiatan pimpinan untuk memastikan dan menjamin bahwa tujuan dan sasaran serta tugas-tugas organisasi akan dan telah terlaksana dengan baik sesuai dengan rencana, kebijakan, instruksi, dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dan yang berlaku.  Pengawasan memiliki hubungan yang sangat erat dan dekat dengan perencanaan, seperti yang dikemukakan Terry dalam Manulang (2012) mendifisikan “Control is to determine what is accomplished, evaluate it, and apply corrective measures, if needed result in keeping with the plan. (Pengawasan adalah untuk menentukan apa yang telah dicapai, mengadakan evaluasi atasnya, dan mengambil tindakan-tindakan korektif, bila diperlukan untuk menjamin agar hasilnya sesuai dengan rencana)”.

Newman dalam Manulang (2012) mendifinisikan “Control is assurance that the performance to plan. (Pengawasan adalah suatu usaha untuk menjamin agar pelaksanaan sesuai dengan rencana)”.Sedangkan Fayol dalam Manulang (2012) mendifinisikan“Control consist in verivying whether everything occur in conformity with the plan odopted, the instruction issued and principles established. It has for object to point out weaknesses and errors in order to rectivy then and prevent recurrence. (Pengawasan terdiri dari pengujian apakah segala sesuatu berlangsung sesuai dengan rencana yang telah ditentukan, dengan instruksi yang telah diberikan dan dengan prinsip-prinsip yang telah digariskan. Ia bertujuan untuk menunjukkan (menemukan) kelemahan-kelemahan dan kesalahan-kesalahan dengan maksud untuk memperbaikinya dan mencegah terulangnya kembali)”.


Dari definisi pengawasan yang dikemukakan beberapa ahli diatas diperoleh pemahaman, bahwa perencanaan dan pengawasan bagaikan dua sisi mata uang yang sama, dimana fungsi pengawasan tidak mungkin berjalan sendiri tanpa fungsi perencanaan demikian pula sebaliknya fungsi perencanaan yang baik adalah perencanaan yang didukung oleh pelaksanaan fungsi pengawasan yang baik.[2]

Teori Kelembagaan

Menurut Hanafie (2010) Lembaga adalah badan, organisasi, kaidah, dan norma-norma baik formal maupun informal sebagai pedoman untuk mengatur perilaku segenap anggota masyarakat baik dalam kegiatan sehari-sehari maupun dalam usahanya mencapai suatu tujuan tertentu. Lembaga-lembaga bentukan pemerintah lebih sering disempurnakan agar mampu berfungsi sebagai tumpuan untuk menunjang terciptanya pembangunan yang mantap serta sesuai dengan iklim pembangunan pertanian dan pedesaan. Bentuk kelembagaan dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu kelembagaan primer dan kelembagaan sekunder. Unsur-unsur kelembagaan primer mencakup pemerintah, kekayaan, industri, pendidikan, agama dan keluarga.
Sedangkan Menurut Daymon dan Immy (2008), Teori kelembagaan (institutional theory) menyatakan bahwa organisasi yang menghadapi tuntunan-tuntunan yang saling berlawanan dapat mengadopsi praktik dan struktur yang mengalihkan perhatian stakeholder dari hal-hal yang mereka anggap tidak dapat diterima (unacceptabel). Hal ini memberikan kesan legitimate. Teori kelembagaan memberikan pandangan yang tidak utuh. Teori tersebut tidak memperhitungkan taktik-taktik pengelolaan kesan yang digunakan oleh organisasi. Perpaduan antara teori kelembagaan dengan teori pengelolaan kesan mungkin dapat membantu memahami bagaimana organisasi melindungi legitimasi 
Menurut Anantayu (2011) Kelembagaan adalah keseluruhan pola-pola ideal, organisasi, dan aktivitas yang berpusat di sekeliling kebutuhan dasar seperti kehidupan keluarga, negara, agama dan mendpatkan makanan, pakaian, dan kenikmatan serta tempat perlindungan. Suatu lembaga dibentuk selalu bertujuan untuk memenuhi berbagai kebutuhan manusia sehingga lembaga mempunyai fungsi. Lembaga juga merupakan konsep yang berpadu dengan struktur, artinya tidak saja melibatkan pola aktivitas yang lahir dari segi sosial untuk memenuhi kebutuhan manusia, tetapi juga pola organisasi  untuk melaksanakannya.[3]
 

PEMBAHASAN

Penguatan Peran Pengawasan APIP

Sebagaimana diatur Pasal 1 PP No.60 Tahun 2008, BPKP merupakan APIP yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden, sedangkan Inspektorat Jenderal atau pengawas intern lembaga bertanggung jawab langsung kepada menteri/pimpinan lembaga. Begitu pula dengan Inspektorat di daerah. Inspektorat Provinsi dan Inspektorat Kabupaten/Kota, masing-masing bertanggung jawab langsung kepada Gubernur dan Bupati/Walikota.Mengingat struktur pertanggungjawaban APIP, sudah barang tentu kedudukan APIP berada di bawah pimpinan negara, pimpinan Kementerian/Lembaga, atau pimpinan daerah. Khusus untuk APIP di daerah, posisi dan kedudukan APIP yang berada di bawah kepala daerah dianggap berpotensi mengurangi independensi APIP. Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian PAN dan RB menyatakan, peran dan fungsi APIP di daerah, terutama dalam memberikan peringatan (early warning system) masih kurang optimal. Salah satunya disebabkan oleh kedudukan dan peran APIP yang setara dengan kepala dinas lainnya. Bahkan, kedudukan APIP yang berada di bawah Sekretaris Daerah membuat peran APIP hanya sebagai pelengkap semata. Saat ini, APIP hanya bertanggung jawab kepada kepala daerah. Hal ini tentu membuat independensi APIP menjadi tidak optimal. Karena itu, Kemendagri dan KemenPAN-RB tengah melakukan upaya untuk memperbaiki kebijakan tentang pengawasan, terutana terkait penguatan peran pengawasan APIP.

KPK juga mendorong adanya audit permulaan yang dilakukan inspektorat sebelum sebuah proyek dijalankan pemerintah daerah. Audit sebelum proyek berjalan dimaksudkan untuk mencegah timbulnya penyalahgunaan anggaran atau korupsi oleh pejabat di daerah. Upaya penguatan peran pengawasan APIP, juga tidak perlu harus merevisi Undang-Undang (UU) Pemerintahan Daerah, cukup merevisi PP Nomor 18 Tahun 2016. Terutama, untuk penguatan peran inspektorat daerah. Nantinya esselonering pejabat inspektorat daerah setara dengan sekretaris daerah (Sekda) sehingga diharapkan lebih independen. Selain itu, nantinya laporan inspektorat daerah selain diserahkan kepada Sekda juga dapat diserahkan kepada Mendagri dalam rangka upaya pembinaan dan pengawasan (Binwas) pemerintah pusat terhadap daerah. Khususnya, yang terindikasi adanya penyimpangan, KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme), kerugian keuangan negara, dan lainnya. audit oleh inspektorat daerah dapat dilakukan hingga satu tingkat pemerintahan di atas wilayah kerja inspektorat daerah terkait. Dimana tindaklanjutnya naik satu tingkat ke atas. (Inspektorat) kabupaten lapor dan tindaklanjut ke Gubernur, yang provinsi laporan tindaklanjutnya ke Mendagri. Nanti tindaklanjutnya dari Mendagri ke bawah atau dari Gubernur ke bawah.

Selama ini, hasil audit inspektorat daerah wajib dilaporkan ke Kepala Daerah di wilayah kerjanya. Hal tersebut dianggap menyulitkan inspektorat daerah untuk bekerja secara independen dan tidak di bawah tekanan. KPK dan Kemendagri juga ingin inspektorat daerah memiliki posisi setara Sekretaris Daerah. Kemudian, persentase alokasi anggaran untuk tiap inspektorat di daerah juga diminta ada peraturannya. Sehingga inspektorat tidak bergantung pada komitmen kepala daerah dan lebih independen dalam mengawasi kepala daerah.



Rekapitulasi Implementasi Rencana Aksi Program Koordinasi & Supervisi Bidang Pencegahan & Penindakan Terintegrasi di 10 Provinsi:
 
No
Pemprov
Penguatan APIP
1
Sumatera Utara
50%
2
Riau
50%
3
Banten
Selesai
4
Aceh
Selesai
5
Papua
50%
6
Papua Bara
50%
7
Jawa Tengah
Selesai
8
Nusa Tenggara Timur
-
9
Bengkulu
-
10
Sulawesi Tengah
-
Sumber : Laporan Tahunan KPK 2016


Dikutip dari Laporan Tahunan KPK 2016, KPK juga telah memberikan rekomendasi atas hasil koordinasi dan supervisi yang mereka lakukan. Salah satu sektor yang dianggap harus dibenahi adalah penguatan peran pengawasan APIP. Sebab, selama ini, peran APIP yang seharusnya independen dan bisa menjadi pengawas pemerintah daerah justru tidak berjalan. Sebaliknya, APIP seolah-olah berada pada posisi “melindungi” jika pemerintah daerah melakukan penyelewengan. Faktanya, hingga kini, KPK belum pernah menerima laporan terkait dugaan tindak pidana korupsi dari APIP.

Padahal, sebagai pengawas, harusnya APIP yang terlebih dahulu mengetahui indikasi tersebut. Pada tahap awal penguatan APIP, KPK memberikan pelatihan bagi dua orang auditor dari setiap inspektorat kabupaten/kota dan provinsi. Tujuannya, agar para peserta nantinya bisa melakukan audit berdasarkan modul yang dibuat BPK terkait penggunaan dana desa, proses pengadaan barang dan jasa, dan pengantar audit investigasi. Dan ditahapan berikutnya barulah penguatan kelembagaan APIP secara menyeluruh dari Kemendagri dan KemenPAN RB guna memperkuat peran dan fungsi APIP dimana APIP dalam hal ini Inspektorat Daerah akan berperan mengawasi Kepala Daerah langsung.

Penguatan Kelembagaan APIP

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melakukan Rapat Pemutakhiran Data Tindak Lanjut Hasil Pengawasan Penyelenggaraan Pemda Secara Nasional Tahun 2018 di Bengkulu yang menghasilkan salah satu prioritas pembenahan tata kelola pemerintah daerah (pemda), yang dilakukan adalah penguatan Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP). Agar APIP efektif, ada tiga area perubahan yang harus dilakukan, yaitu:

Pertama, aspek kelembagaan, agar APIP independent dan obyektif. Dengan berada langsung dibawah Kementerian Dalam Negeri, aparat tidak ragu dan takut dimutasi oleh kepala daerahnya, sehingga hasil pengawasannya berkualitas dan objektif. Kedua, Aspek anggaran, agar APIP dapat membiayai kegiatan pengawasan yang dibutuhkan dana secara memadai. Dan yang Ketiga, aspek sumber daya, baik dari segi jumlah dan kualitas, agar mandat pengawasan yang diberikan dapat dilaksanakan secara baik.

Mendagri Tjahjo Kumolo mengatakan bahwa penekanan dilakukan terhadap APIP, diantaranya adalah pertama, APIP harus menjaga integritas dan profesionalitas, kedua, APIP agar mendorong perangkat daerah untuk membangun sistem pengendalian yang handal. Dan ketiga, APIP secara terus menerus meningkatkan kapabilitasnya menuju APIP Level III yang mampu mendeteksi terjadinya penyimpangan dan mampu memberikan advise kepada perangkat daerah lainnya.

Menurut Sekretaris Deputi Bidang Reformasi Birokrasi, Akuntabilitas Aparatur dan Pengawasan KemenPAN-RB Didid Noordiatmoko terdapat beberapa opsi dalam rangka memperkuat peran APIP. Pertama, APIP di daerah akan bertanggung jawab langsung kepada APIP pusat, sehinggga setiap potensi penyimpangan dapat segera terdeteksi dan segera dilaporkan ke pusat. Dengan demikian, langkah-langkah koreksi dapat secepatnya dilakukan.

Kedua, APIP menyampaikan laporan tidak hanya kepada kepala daerah, tetapi juga kepada APIP pusat. Kedua opsi ini membutuhkan persyaratan agar penempatan pimpinan APIP di masing-masing daerah, selain ditetapkan oleh kepala daerah, harus disetujui pula oleh APIP nasional dengan mengacu pada beberapa persyaratan profesional. Ketiga, opsi yang juga merupakan usulan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bersama KPK adalah APIP di Provinsi diangkat oleh Mendagri, sedangkan di kabupaten/kota oleh Gubernur. Dari ketiga opsi tersebut APIP ditempatkan untuk dapat melakukan pengawasan  pada kepala daerah.

Kemudian untuk memperkuat APIP, Kemendagri dan Kemenpan-RB menyepakati untuk merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 Tentang Perangkat Daerah dimana point-point yang direvisi berkaitan penguatan independensi, kecukupan anggaran, dan penguatan kapabilitas.  Dalam tataran operasional  pengangkatan dan pemberhentiannya harus dievaluasi lagi dengan melibatkan tingkat yang lebih tinggi, misalnya untuk pengangkatan dan pemberhentian di kabupaten itu harus disetujui oleh Gubernur untuk di provinsi harus disetujui oleh Mendagri.

Kepala Biro Hukum dan Humas BPKP Syaifudin Tagamal menyatakan bahwa, pimpinan Kementerian/Lembaga maupun pemerintah daerah merupakan shareholders APIP. Jadi, untuk meningkatkan kapabilitas APIP, diperlukan dukungan dan komitmen dari seluruh shareholders, serta pimpinan APIP itu sendiri. Mengingat terdapat tiga variabel utama yang mempengaruhi kapabilitas APIP, yaitu aktivitas audit internal, lingkungan organisasi di mana unit audit internal bernaung, dan lingkungan sektor publik di suatu negara/pemerintahan, apabila ternyata ada oknum APIP yang melakukan perbuatan yang dilarang hukum, berarti APIP tersebut belum konsisten menerapkan lingkungan pengendalian sebagai salah satu unsur SPIP.

Sebagaimana diketahui, Kepala BPKP telah menerbitkan Peraturan No.6 Tahun 2015 tentang Grand Design Peningkatan Kapabilitas Aparat Pengawas Intern Pemerintah Tahun 2015-2019. Peningkatan kapabilitas APIP itu sesuai dengan arahan Presiden dan untuk memenuhi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Dikutip dari Lampiran Peraturan Kepala BPKP No.6 Tahun 2015, pemerintah melalui RPJMN 2015-2019 telah mentargetkan kapabilitas APIP di tahun 2019 berada pada level 3 dari skor level 1-5 sesuai kriteria penilaian internasional.

Sementara, kondisi tingkat kapabilitas APIP peraturan ini dibuat sebagian besar masih berada pada level 1. Pada level demikian, terdapat risiko APIP tidak dapat secara optimal memberikan nilai tambah dari kontribusi di bidang pengawasan intern bagi keberhasilan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan. Begitu juga dengan hasil penilaian tingkat kapabilitas 474 APIP pada K/L/D yang dilakukan oleh BPK per 31 Desember 2014, menunjukan sebanyak 404 APIP atau 85,23 persen berada pada level 1, 69 APIP atau 14,56% berada pada level 2, dan baru satu APIP atau 0,21% yang berada pada level 3.

Demi mewujudkan kapabilitas APIP yang berkelas dunia, setidaknya kapabilitas APIP berada pada level 3 pada 2019. Hal ini selaras dengan Visi Reformasi Birokrasi Tahun 2010-2025 (Peraturan Presiden No.81 Tahun 2010) yang menghendaki terwujudnya pemerintahan berkelas dunia, di mana perubahan pada area pengawasan bertujuan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) menuju clean government.

Untuk mewujudkan hal tersebut, pemerintahan di era Presiden Joko Widodo juga mengeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No.76 Tahun2017 tentang Kebijakan Pengawasan di Lingkungan Kemendagri dan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Tahun 2017. Peraturan ini menggariskan empat tujuan kebijakan pengawasan di lingkungan Kemendagri dan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah tahun 2017. 

Pasal 3 Permendagri No. 76 Tahun 2017 menyebutkan, "tujuan Kebijakan Pengawasan di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Tahun 2017 untuk:
·      Meningkatkan kualitas pengawasan internal di lingkungan Kementerian Dalam Negeri;
·      Mensinergikan pengawasan yang dilakukan oleh Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah;
·      Meningkatkan penjaminanmutu atas penyelenggaraan pemerintahan;
·      Meningkatkan kepercayaan masyarakat atas pengawasan APIP."


DAFTAR PUSTAKA

Ilyas, H. (2012). PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PEMERINTAH PUSAT DALAM RANGKA PENYELENGGARAAN PEMERINTAH DAERAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG PEMERINTAH DAERAH. Jurnal Bina Praja Volume 4 No. 4 Desember 2012 , 273-280.
Itjen Kemendagri. (2018, Juli 10). APIP Mandiri, Pencegahan Korupsi Lebih Kuat. Dipetik November 30, 2018, dari Website Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri RI: http://itjen.kemendagri.go.id/index.php/Berita/pageDetail?detailData=93
Itjen Kemendagri. (2018, Mei 8). Perkuat Peran APIP, Kemendagri Terus Matangkan Revisi PP Nomor 18 Tahun 2016. Dipetik November 30, 2018, dari Website Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri RI: http://itjen.kemendagri.go.id/index.php/Berita/pageDetail?detailData=89
Nugraheny, D. E. (2017, September 18). Kemendagri dan KPK Sepakat Penguatan Pengawasan Pemerintahan. Dipetik November 30, 2018, dari Republika: https://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/17/09/18/owhcv0354-kemendagri-dan-kpk-sepakat-penguatan-pengawasan-pemerintahan
Otonomy News. (2018, Oktober 9). Tindak Lanjut Hasil Pengawasan Penyelenggaraan Pemda Kemendagri Perkuat APIP. Dipetik November 30, 2018, dari Otonominews.Net: http://otonominews.net/read/6190/Kemendagri-Lakukan-Penguatan-APIP
Primanda, B. (2018, November 9). Kemendagri dan KemenpanRB Sepakat Revisi Penguatan APIP Rampung Bulan Depan. Dipetik November 30, 2018, dari Akurat.co: https://akurat.co/news/id-383389-read-kemendagri-dan-kemenpanrb-sepakat-revisi-penguatan-apip-rampung-bulan-depan
Puspen Kemendagri. (2018, Oktober 31). Arah Kebijakan Kemendagri dalam Penguatan Inspektorat Daerah. Dipetik November 30, 2018, dari Website Kementerian Dalam Negeri RI: https://www.kemendagri.go.id/blog/28484-Arah-Kebijakan-Kemendagri-dalam-Penguatan-Inspektorat-Daerah
Puspen Kemendagri. (2018, Oktober 9). Peranan APIP Dinilai Mampu Kurangi Korupsi Daerah. Dipetik November 30, 2018, dari Website Kementerian Dalam Negeri RI: https://www.kemendagri.go.id/blog/28272-Peranan-APIP-Dinilai-Mampu-Kurangi-Korupsi-Daerah
Rahmi, N. (2017, Agustus 7). APIP Sang Pengawas, Bukan Bagian Mata Rantai Korupsi! Dipetik November 30, 2018, dari hukumonline: https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5988456348404/apip-sang-pengawas--bukan-bagian-mata-rantai-korupsi
Yohanes, E. (2016). PERAN APARAT PENGAWAS INTERN PEMERINTAH (APIP) DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DI KABUPATEN BULUNGAN. eJournal Administrative Reform, Volume 4 Nomor 1, 65-78.

Peraturan Perundang-undangan:
1.      Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.
2.      Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 Tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah.
3.      Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 Tentang Perangkat Daerah



*Makalah/Artikel ini merupakan tugas Mata Kuliah Pengawasan Pemerintahan




           








[1] Ilyas, H. (2012). PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PEMERINTAH PUSAT DALAM RANGKA PENYELENGGARAAN PEMERINTAH DAERAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG PEMERINTAH DAERAH. Jurnal Bina Praja Volume 4 No. 4 Desember 2012 , 273-280. Halaman 277

[2] Yohanes, E. (2016). PERAN APARAT PENGAWAS INTERN PEMERINTAH (APIP) DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DI KABUPATEN BULUNGAN. eJournal Administrative Reform, Volume 4 Nomor 1, 65-78. Halaman 68

[3] Dikutip dari laman https://www.galinesia.com/2017/10/5-teori-kelembagaan-menurut-  pendapat.html

1 komentar:

  1. Bet on the NFL - Hendon Mob Casino Hotel in New Orleans
    Bet on 경상북도 출장마사지 the NFL 순천 출장샵 in New Orleans at BetMGM Casino 광주광역 출장샵 Hotel. Bet on the 과천 출장샵 NFL in 구리 출장샵 New Orleans at BetMGM Casino Hotel.

    BalasHapus

Lirik Mars Imigrasi

  MARS IMIGRASI Kami Imigrasi Indonesia Siap Melaksanakan Tugas Pengamanan Negara dan Penegakan Hukum Berbakti pada Masyarakat Berwibaw...