PENGUATAN PENGAWASAN DAN
KELEMBAGAAN APARAT PENGAWAS INTERN PEMERINTAH (APIP) OLEH KEMENTERIAN DALAM
NEGERI
Oleh:
Ahmadi Anjas
Latar Belakang
Hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah salah satu
bentuknya ialah berwujud pengawasan, hal ini dikemukan oleh Soehino yaitu:
“Hubungan antara pemerintah daerah dengan pemerintah atau dengan pemerintah
daerah tingkat atasnya, merupakan hubungan pengawasan”, hal yang sama juga
dikemukakan The Liang Gie: “Salah satu bentuk hubungan lain antara pusat dengan
daerah ialah berwujud pengawasan oleh Pusat terhadap Daerah”. Dari pemikiran
tersebut menggambarkan pada intinya pengawasan itu adalah salah satu perwujutan
hubungan antara pemerintah dengan pemerintah daerah dan pemerintah tingkat
atasnya.
Hal ini sejalan pemikiran yang dikemukan Ninik Widiyanti dan Sunindhia
yaitu: Oleh karena harus ada keserasian hubungan antara Pusat dan Daerah dan
terjaganya keutuhan Negara Kesatuan maka Pusat sebagai penanggung jawab secara
utuh tentang kehidupan bernegara perlu mengadakan pengawasan terhadap
daerah-daerah. Harus pula dijaga agar otonomi ini akhirnya tidak akan
menimbulkan suatu daerah yang bersifat “staat”
juga. Pengawasan oleh pusat terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah,
akibat mutlak dari negara kesatuan, hal ini dikemukan Ninik Widyanti dan
Sunindhia yaitu: “Pengawasan terhadap segala kegiatan pemerintah daerah
termasuk Keputusan Kepala Daerah dan Peraturan Daerah merupakan suatu akibat
mutlak dari adanya negara kesatuan”.[1]
Sehingga
Pemerintah Pusat harus melakukan pengawasan atas penyelenggaraan Pemerintahan
di Daerah. Meskipun berlaku otonomi daerah dan desentralisasi hal tersebut
bukan pula meniadakan pengawasan pusat terhadap daerah. Dimana adanya
pengawasan tersebut adalah agar penyelenggaraan pemerintahan antara pusat dan
daerah berjalan selaras dan sesuai Undang-undang. Maka dari itu dibentuklah
Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP).
Berdasarkan UU 23
Tahun 2014, pasal 1 ayat 46, Aparat Pengawas Internal Pemerintah adalah
inspektorat jenderal kementerian, unit pengawasan lembaga pemerintah
nonkementerian, inspektorat provinsi, dan inspektorat kabupaten/Kota.
Selanjutnya dalam pasal 216 ayat 2, Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP)
adalah inspektorat daerah, yang mempunyai tugas membantu kepala daerah membina
dan mengawasi pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah
dan Tugas Pembantuan oleh Perangkat Daerah.
Namun,
adanya APIP ini pelaksanaan pengawasan didaerah masih belum optimal hal dibuktikan
dengan telah tercatat adanya 99 Kepala Daerah yang terjaring Operasi Tangkap
Tangan (OTT) KPK. Belum lagi banyaknya kasus korupsi yang dilakukan oleh
Anggota DPRD dan para birokrat di daerah. Hal tersebut diakibatkan oleh
kelembagaan APIP yang dalam hal ini Inspektorat Daerah berada langsung dibawah
Kepala Daerah membuat APIP rentan dan lemah membuat Kementerian Dalam Negeri
kemudian mengambil alih langsung kendali APIP untuk memperkuat pengawasan dan
kelembagaan APIP.
KAJIAN TEORITIS
Pengawasan
Lembaga Administrasi
Negara (1996) mengungkapkan bahwa pengawasan adalah salah satu fungsi organik
manajemen, yang merupakan proses kegiatan pimpinan untuk memastikan dan
menjamin bahwa tujuan dan sasaran serta tugas-tugas organisasi akan dan telah
terlaksana dengan baik sesuai dengan rencana, kebijakan, instruksi, dan
ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dan yang berlaku. Pengawasan memiliki hubungan
yang sangat erat dan dekat dengan perencanaan, seperti yang dikemukakan Terry
dalam Manulang (2012) mendifisikan “Control is to determine what is
accomplished, evaluate it, and apply corrective measures, if needed result in
keeping with the plan. (Pengawasan adalah untuk menentukan apa yang telah
dicapai, mengadakan evaluasi atasnya, dan mengambil tindakan-tindakan korektif,
bila diperlukan untuk menjamin agar hasilnya sesuai dengan rencana)”.
Newman dalam
Manulang (2012) mendifinisikan “Control is assurance that the performance to
plan. (Pengawasan adalah suatu usaha untuk menjamin agar pelaksanaan sesuai
dengan rencana)”.Sedangkan Fayol dalam Manulang (2012) mendifinisikan“Control
consist in verivying whether everything occur in conformity with the plan
odopted, the instruction issued and principles established. It has for object
to point out weaknesses and errors in order to rectivy then and prevent
recurrence. (Pengawasan terdiri dari pengujian apakah segala sesuatu
berlangsung sesuai dengan rencana yang telah ditentukan, dengan instruksi yang
telah diberikan dan dengan prinsip-prinsip yang telah digariskan. Ia bertujuan
untuk menunjukkan (menemukan) kelemahan-kelemahan dan kesalahan-kesalahan
dengan maksud untuk memperbaikinya dan mencegah terulangnya kembali)”.
Dari definisi
pengawasan yang dikemukakan beberapa ahli diatas diperoleh pemahaman, bahwa
perencanaan dan pengawasan bagaikan dua sisi mata uang yang sama, dimana fungsi
pengawasan tidak mungkin berjalan sendiri tanpa fungsi perencanaan demikian
pula sebaliknya fungsi perencanaan yang baik adalah perencanaan yang didukung
oleh pelaksanaan fungsi pengawasan yang baik.[2]
Teori Kelembagaan
Menurut
Hanafie (2010) Lembaga adalah
badan, organisasi, kaidah, dan norma-norma baik formal maupun informal sebagai
pedoman untuk mengatur perilaku segenap anggota masyarakat baik dalam kegiatan
sehari-sehari maupun dalam usahanya mencapai suatu tujuan tertentu.
Lembaga-lembaga bentukan pemerintah lebih sering disempurnakan agar mampu
berfungsi sebagai tumpuan untuk menunjang terciptanya pembangunan yang mantap
serta sesuai dengan iklim pembangunan pertanian dan pedesaan. Bentuk
kelembagaan dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu kelembagaan primer dan
kelembagaan sekunder. Unsur-unsur kelembagaan primer mencakup pemerintah,
kekayaan, industri, pendidikan, agama dan keluarga.
Sedangkan
Menurut Daymon dan Immy (2008), Teori
kelembagaan (institutional theory) menyatakan bahwa organisasi yang menghadapi
tuntunan-tuntunan yang saling berlawanan dapat mengadopsi praktik dan struktur
yang mengalihkan perhatian stakeholder dari hal-hal yang mereka anggap tidak
dapat diterima (unacceptabel). Hal ini memberikan kesan legitimate. Teori
kelembagaan memberikan pandangan yang tidak utuh. Teori tersebut tidak
memperhitungkan taktik-taktik pengelolaan kesan yang digunakan oleh organisasi.
Perpaduan antara teori kelembagaan dengan teori pengelolaan kesan mungkin dapat
membantu memahami bagaimana organisasi melindungi legitimasi
Menurut
Anantayu (2011) Kelembagaan adalah
keseluruhan pola-pola ideal, organisasi, dan aktivitas yang berpusat di
sekeliling kebutuhan dasar seperti kehidupan keluarga, negara, agama dan
mendpatkan makanan, pakaian, dan kenikmatan serta tempat perlindungan. Suatu
lembaga dibentuk selalu bertujuan untuk memenuhi berbagai kebutuhan manusia
sehingga lembaga mempunyai fungsi. Lembaga juga merupakan konsep yang berpadu
dengan struktur, artinya tidak saja melibatkan pola aktivitas yang lahir dari
segi sosial untuk memenuhi kebutuhan manusia, tetapi juga pola organisasi
untuk melaksanakannya.[3]
PEMBAHASAN
Penguatan Peran Pengawasan APIP
Sebagaimana diatur Pasal 1 PP No.60 Tahun 2008, BPKP merupakan APIP
yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden, sedangkan Inspektorat Jenderal
atau pengawas intern lembaga bertanggung jawab langsung kepada menteri/pimpinan
lembaga. Begitu pula dengan Inspektorat di daerah. Inspektorat Provinsi dan
Inspektorat Kabupaten/Kota, masing-masing bertanggung jawab langsung kepada
Gubernur dan Bupati/Walikota.Mengingat struktur pertanggungjawaban APIP, sudah barang tentu
kedudukan APIP berada di bawah pimpinan negara, pimpinan Kementerian/Lembaga,
atau pimpinan daerah. Khusus untuk APIP di daerah, posisi dan kedudukan APIP
yang berada di bawah kepala daerah dianggap berpotensi mengurangi independensi
APIP. Kementerian Dalam Negeri dan
Kementerian PAN dan RB menyatakan, peran dan fungsi APIP
di daerah, terutama dalam memberikan peringatan (early warning system)
masih kurang optimal. Salah satunya disebabkan oleh kedudukan dan peran APIP
yang setara dengan kepala dinas lainnya. Bahkan, kedudukan APIP yang berada di bawah Sekretaris Daerah membuat
peran APIP hanya sebagai pelengkap semata. Saat ini, APIP hanya bertanggung
jawab kepada kepala daerah. Hal ini tentu membuat independensi APIP menjadi
tidak optimal. Karena itu, Kemendagri dan KemenPAN-RB tengah melakukan upaya
untuk memperbaiki kebijakan tentang pengawasan, terutana terkait penguatan
peran pengawasan APIP.
KPK juga mendorong adanya audit permulaan yang dilakukan inspektorat
sebelum sebuah proyek dijalankan pemerintah daerah. Audit sebelum proyek berjalan
dimaksudkan untuk mencegah timbulnya penyalahgunaan anggaran atau korupsi oleh
pejabat di daerah. Upaya penguatan peran pengawasan APIP, juga tidak perlu harus merevisi
Undang-Undang (UU) Pemerintahan Daerah, cukup merevisi PP Nomor 18 Tahun 2016. Terutama,
untuk penguatan peran inspektorat daerah. Nantinya esselonering pejabat
inspektorat daerah setara dengan sekretaris daerah (Sekda) sehingga diharapkan
lebih independen. Selain itu,
nantinya laporan inspektorat daerah selain diserahkan kepada Sekda juga dapat
diserahkan kepada Mendagri dalam rangka upaya pembinaan dan pengawasan (Binwas)
pemerintah pusat terhadap daerah. Khususnya, yang terindikasi adanya
penyimpangan, KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme), kerugian keuangan negara,
dan lainnya. audit oleh inspektorat
daerah dapat dilakukan hingga satu tingkat pemerintahan di atas wilayah kerja
inspektorat daerah
terkait. Dimana tindaklanjutnya
naik satu tingkat ke atas. (Inspektorat) kabupaten lapor dan tindaklanjut ke
Gubernur, yang provinsi laporan tindaklanjutnya ke Mendagri. Nanti
tindaklanjutnya dari Mendagri ke bawah atau dari Gubernur ke bawah.
Selama ini, hasil audit inspektorat daerah wajib dilaporkan ke Kepala
Daerah di wilayah kerjanya. Hal tersebut dianggap menyulitkan inspektorat daerah
untuk bekerja secara independen dan tidak di bawah tekanan. KPK dan Kemendagri
juga ingin inspektorat daerah memiliki posisi setara Sekretaris Daerah.
Kemudian, persentase alokasi anggaran untuk tiap inspektorat di daerah juga
diminta ada peraturannya. Sehingga inspektorat tidak bergantung pada komitmen
kepala daerah dan lebih independen dalam mengawasi kepala daerah.
Rekapitulasi Implementasi Rencana Aksi Program Koordinasi & Supervisi
Bidang Pencegahan & Penindakan Terintegrasi di 10 Provinsi:
No
|
Pemprov
|
Penguatan APIP
|
1
|
Sumatera Utara
|
50%
|
2
|
Riau
|
50%
|
3
|
Banten
|
Selesai
|
4
|
Aceh
|
Selesai
|
5
|
Papua
|
50%
|
6
|
Papua Bara
|
50%
|
7
|
Jawa Tengah
|
Selesai
|
8
|
Nusa Tenggara Timur
|
-
|
9
|
Bengkulu
|
-
|
10
|
Sulawesi Tengah
|
-
|
Sumber : Laporan Tahunan KPK 2016
Dikutip dari Laporan Tahunan KPK 2016, KPK juga telah memberikan
rekomendasi atas hasil koordinasi dan supervisi yang mereka lakukan. Salah satu
sektor yang dianggap harus dibenahi adalah penguatan peran pengawasan APIP.
Sebab, selama ini, peran APIP yang seharusnya independen dan bisa menjadi
pengawas pemerintah daerah justru tidak berjalan. Sebaliknya, APIP seolah-olah
berada pada posisi “melindungi” jika pemerintah daerah melakukan penyelewengan.
Faktanya, hingga kini, KPK belum pernah menerima laporan terkait dugaan tindak
pidana korupsi dari APIP.
Padahal, sebagai pengawas, harusnya APIP yang terlebih dahulu mengetahui
indikasi tersebut. Pada tahap awal penguatan APIP, KPK memberikan pelatihan
bagi dua orang auditor dari setiap inspektorat kabupaten/kota dan provinsi.
Tujuannya, agar para peserta nantinya bisa melakukan audit berdasarkan modul
yang dibuat BPK terkait penggunaan dana desa, proses pengadaan barang dan jasa,
dan pengantar audit investigasi. Dan ditahapan berikutnya barulah penguatan kelembagaan APIP secara
menyeluruh dari Kemendagri dan KemenPAN RB guna memperkuat peran dan fungsi
APIP dimana APIP dalam hal ini Inspektorat Daerah akan berperan mengawasi
Kepala Daerah langsung.
Penguatan Kelembagaan APIP
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melakukan Rapat Pemutakhiran
Data Tindak Lanjut Hasil Pengawasan Penyelenggaraan Pemda Secara Nasional Tahun
2018 di Bengkulu yang menghasilkan salah satu prioritas pembenahan tata kelola pemerintah daerah (pemda),
yang dilakukan adalah penguatan Aparat Pengawas Intern Pemerintah
(APIP). Agar APIP efektif, ada tiga area perubahan yang harus dilakukan,
yaitu:
Pertama, aspek kelembagaan, agar APIP
independent dan obyektif. Dengan berada langsung dibawah Kementerian
Dalam Negeri, aparat
tidak ragu dan takut dimutasi oleh kepala daerahnya, sehingga hasil
pengawasannya berkualitas dan objektif. Kedua, Aspek anggaran, agar APIP
dapat membiayai kegiatan pengawasan yang dibutuhkan dana secara memadai. Dan yang Ketiga,
aspek sumber daya, baik dari segi jumlah dan kualitas, agar mandat pengawasan
yang diberikan dapat dilaksanakan secara baik.
Mendagri Tjahjo Kumolo mengatakan bahwa penekanan dilakukan terhadap APIP,
diantaranya adalah pertama, APIP harus menjaga integritas dan profesionalitas,
kedua, APIP agar mendorong perangkat daerah untuk membangun sistem pengendalian
yang handal. Dan ketiga,
APIP secara terus menerus meningkatkan kapabilitasnya menuju APIP Level III
yang mampu mendeteksi terjadinya penyimpangan dan mampu memberikan advise
kepada perangkat daerah lainnya.
Menurut Sekretaris
Deputi Bidang Reformasi Birokrasi, Akuntabilitas Aparatur dan Pengawasan
KemenPAN-RB Didid Noordiatmoko terdapat beberapa opsi dalam rangka memperkuat peran APIP. Pertama, APIP di daerah akan bertanggung
jawab langsung kepada APIP pusat, sehinggga setiap potensi penyimpangan dapat
segera terdeteksi dan segera dilaporkan ke pusat. Dengan demikian, langkah-langkah
koreksi dapat secepatnya dilakukan.
Kedua, APIP menyampaikan laporan tidak hanya kepada kepala
daerah, tetapi juga kepada APIP pusat. Kedua opsi ini membutuhkan persyaratan
agar penempatan pimpinan APIP di masing-masing daerah, selain ditetapkan oleh
kepala daerah, harus disetujui pula oleh APIP nasional dengan mengacu pada
beberapa persyaratan profesional. Ketiga,
opsi yang juga merupakan usulan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bersama
KPK adalah APIP di Provinsi diangkat oleh Mendagri, sedangkan di kabupaten/kota
oleh Gubernur. Dari ketiga opsi
tersebut APIP ditempatkan untuk dapat
melakukan pengawasan pada kepala daerah.
Kemudian untuk memperkuat APIP, Kemendagri dan Kemenpan-RB menyepakati untuk merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 Tentang Perangkat Daerah dimana point-point yang direvisi berkaitan penguatan
independensi, kecukupan anggaran, dan penguatan kapabilitas. Dalam tataran operasional pengangkatan dan pemberhentiannya harus
dievaluasi lagi dengan melibatkan tingkat yang lebih tinggi, misalnya untuk
pengangkatan dan pemberhentian di kabupaten itu harus disetujui oleh Gubernur
untuk di provinsi harus disetujui oleh Mendagri.
Kepala Biro
Hukum dan Humas BPKP Syaifudin Tagamal menyatakan bahwa, pimpinan Kementerian/Lembaga
maupun pemerintah daerah merupakan shareholders APIP. Jadi,
untuk meningkatkan kapabilitas APIP, diperlukan dukungan dan komitmen dari
seluruh shareholders, serta pimpinan APIP itu sendiri. Mengingat terdapat tiga variabel utama yang mempengaruhi kapabilitas APIP, yaitu
aktivitas audit internal, lingkungan organisasi di mana unit audit internal
bernaung, dan lingkungan sektor publik di suatu negara/pemerintahan, apabila
ternyata ada oknum APIP yang melakukan perbuatan yang dilarang hukum, berarti
APIP tersebut belum konsisten menerapkan lingkungan pengendalian sebagai salah
satu unsur SPIP.
Sebagaimana
diketahui, Kepala BPKP telah menerbitkan Peraturan No.6 Tahun 2015 tentang
Grand Design Peningkatan Kapabilitas Aparat Pengawas Intern Pemerintah Tahun
2015-2019. Peningkatan kapabilitas APIP itu sesuai dengan arahan Presiden dan
untuk memenuhi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Dikutip
dari Lampiran Peraturan Kepala BPKP No.6 Tahun 2015, pemerintah melalui RPJMN
2015-2019 telah mentargetkan kapabilitas APIP di tahun 2019 berada pada level 3
dari skor level 1-5 sesuai kriteria penilaian internasional.
Sementara,
kondisi tingkat kapabilitas APIP peraturan ini dibuat sebagian besar masih
berada pada level 1. Pada level demikian, terdapat risiko APIP tidak dapat
secara optimal memberikan nilai tambah dari kontribusi di bidang pengawasan
intern bagi keberhasilan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan. Begitu juga
dengan hasil penilaian tingkat kapabilitas 474 APIP pada K/L/D yang dilakukan
oleh BPK per 31 Desember 2014, menunjukan sebanyak 404 APIP atau 85,23 persen
berada pada level 1, 69 APIP atau 14,56% berada pada level 2, dan baru satu
APIP atau 0,21% yang berada pada level 3.
Demi
mewujudkan kapabilitas APIP yang berkelas dunia, setidaknya kapabilitas APIP
berada pada level 3 pada 2019. Hal ini selaras dengan Visi Reformasi Birokrasi
Tahun 2010-2025 (Peraturan Presiden No.81 Tahun 2010) yang menghendaki
terwujudnya pemerintahan berkelas dunia, di mana perubahan pada area pengawasan
bertujuan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan
nepotisme (KKN) menuju clean government.
Untuk
mewujudkan hal tersebut, pemerintahan di era Presiden Joko Widodo juga
mengeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No.76 Tahun2017 tentang Kebijakan
Pengawasan di Lingkungan Kemendagri dan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Tahun
2017. Peraturan ini menggariskan empat tujuan kebijakan pengawasan di
lingkungan Kemendagri dan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah tahun 2017.
Pasal 3
Permendagri No. 76 Tahun 2017 menyebutkan, "tujuan Kebijakan
Pengawasan di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah Tahun 2017 untuk:
·
Meningkatkan kualitas pengawasan
internal di lingkungan Kementerian Dalam Negeri;
·
Mensinergikan pengawasan yang
dilakukan oleh Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Gubernur sebagai
Wakil Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota
terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah;
·
Meningkatkan penjaminanmutu atas
penyelenggaraan pemerintahan;
·
Meningkatkan kepercayaan masyarakat
atas pengawasan APIP."
DAFTAR PUSTAKA
Ilyas, H.
(2012). PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PEMERINTAH PUSAT DALAM RANGKA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH DAERAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG PEMERINTAH
DAERAH. Jurnal Bina Praja Volume 4 No. 4 Desember 2012 , 273-280.
Itjen Kemendagri. (2018, Juli 10). APIP Mandiri, Pencegahan Korupsi
Lebih Kuat. Dipetik November 30, 2018, dari Website Inspektorat Jenderal
Kementerian Dalam Negeri RI:
http://itjen.kemendagri.go.id/index.php/Berita/pageDetail?detailData=93
Itjen Kemendagri. (2018, Mei 8). Perkuat Peran APIP, Kemendagri Terus
Matangkan Revisi PP Nomor 18 Tahun 2016. Dipetik November 30, 2018, dari
Website Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri RI:
http://itjen.kemendagri.go.id/index.php/Berita/pageDetail?detailData=89
Nugraheny, D. E. (2017, September 18). Kemendagri dan KPK Sepakat
Penguatan Pengawasan Pemerintahan. Dipetik November 30, 2018, dari
Republika:
https://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/17/09/18/owhcv0354-kemendagri-dan-kpk-sepakat-penguatan-pengawasan-pemerintahan
Otonomy News. (2018, Oktober 9). Tindak Lanjut Hasil Pengawasan
Penyelenggaraan Pemda Kemendagri Perkuat APIP. Dipetik November 30, 2018,
dari Otonominews.Net:
http://otonominews.net/read/6190/Kemendagri-Lakukan-Penguatan-APIP
Primanda, B. (2018, November 9). Kemendagri dan KemenpanRB Sepakat
Revisi Penguatan APIP Rampung Bulan Depan. Dipetik November 30, 2018,
dari Akurat.co:
https://akurat.co/news/id-383389-read-kemendagri-dan-kemenpanrb-sepakat-revisi-penguatan-apip-rampung-bulan-depan
Puspen Kemendagri. (2018, Oktober 31). Arah Kebijakan Kemendagri
dalam Penguatan Inspektorat Daerah. Dipetik November 30, 2018, dari
Website Kementerian Dalam Negeri RI:
https://www.kemendagri.go.id/blog/28484-Arah-Kebijakan-Kemendagri-dalam-Penguatan-Inspektorat-Daerah
Puspen Kemendagri. (2018, Oktober 9). Peranan APIP Dinilai Mampu
Kurangi Korupsi Daerah. Dipetik November 30, 2018, dari Website
Kementerian Dalam Negeri RI:
https://www.kemendagri.go.id/blog/28272-Peranan-APIP-Dinilai-Mampu-Kurangi-Korupsi-Daerah
Rahmi, N. (2017, Agustus 7). APIP Sang Pengawas, Bukan Bagian Mata
Rantai Korupsi! Dipetik November 30, 2018, dari hukumonline:
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5988456348404/apip-sang-pengawas--bukan-bagian-mata-rantai-korupsi
Yohanes, E. (2016). PERAN APARAT PENGAWAS INTERN PEMERINTAH (APIP) DALAM
PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DI KABUPATEN BULUNGAN. eJournal
Administrative Reform, Volume 4 Nomor 1, 65-78.
Peraturan
Perundang-undangan:
1.
Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.
2.
Peraturan
Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 Tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah.
3.
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 Tentang Perangkat Daerah
*Makalah/Artikel ini merupakan tugas Mata Kuliah Pengawasan Pemerintahan
[1] Ilyas,
H. (2012). PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PEMERINTAH PUSAT DALAM RANGKA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH DAERAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG PEMERINTAH DAERAH. Jurnal
Bina Praja Volume 4 No. 4 Desember 2012 , 273-280. Halaman 277
[2] Yohanes,
E. (2016). PERAN APARAT PENGAWAS INTERN PEMERINTAH (APIP) DALAM PENYELENGGARAAN
PEMERINTAHAN DAERAH DI KABUPATEN BULUNGAN. eJournal Administrative Reform,
Volume 4 Nomor 1, 65-78. Halaman 68
Bet on the NFL - Hendon Mob Casino Hotel in New Orleans
BalasHapusBet on 경상북도 출장마사지 the NFL 순천 출장샵 in New Orleans at BetMGM Casino 광주광역 출장샵 Hotel. Bet on the 과천 출장샵 NFL in 구리 출장샵 New Orleans at BetMGM Casino Hotel.