Peranan Mahasiswa
Dalam Demokrasi Dan Pemilu Di Era Reformasi
Oleh: Ahmadi Anjas
Pendahuluan
Reformasi pada 21 Mei 1998 menjadi
momentum penting dalam Sejarah Indonesia. Reformasi menjadi titik puncak
perjuangan rakyat yang dimotori oleh gerakan mahasiswa melawan penindasan rezim
otoriter Orde Baru. Reformasi menandai era baru dibukanya keran berdemokrasi
seluas-luasnya. Setahun berikutnya 1999 diadakan Pemilihan Umum dan pada 2004
digelar pertama kali Pemilihan Presiden (Pilpres) secara langsung. Namun, walau
reformasi telah membuka keran demokrasi dan rezim-rezim pemerintahan silih
berganti lewat Pemilu. Namun, Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) belum terlalu
baik.
IDI adalah indikator komposit yang
menunjukkan tingkat perkembangan demokrasi di Indonesia. Tingkat capaiannya
diukur berdasarkan pelaksanaan dan perkembangan tiga aspek demokrasi, yaitu:
Kebebasan Sipil (Civil Liberty), Hak-Hak Politik (Political Rights), dan
Lembaga-Lembaga Demokrasi (Institution of Democracy). Data BPS menunjukkan Indeks
Demokrasi Indonesia (IDI) 2016 mencapai angka 70,09 (kategori sedang) dalam
skala 0 sampai 100. Angka ini mengalami penurunan dibandingkan dengan angka IDI
2015 yang sebesar 72,82.[1]
Belum lagi melihat angka partisipasi politik yang masih belum baik, tercatat
pada Pemilu 2014 angka partisipasi hanya mencapai 75%. Belum terlalu baiknya
IDI dan tingkat partisipasi menandakan Demokrasi di Indonesia masih belum
berkembang dengan baik. Hal ini menjadi pekerjaan rumah bagi kita semua
terutama mahasiswa sebagai pengemban amanat reformasi. Reformasi telah
berlangsung selama 20 tahun dan saat ini di tahun 2018 memasuki tahun politik
yang tentu akan sarat dengan potensi konflik dan sebagainya. Sehingga peran
mahasiswa sangat penting dalam demokrasi dan pemilu.
Peran Mahasiswa
Dalam Demokrasi Dan Pemilu Di Era Reformasi:
1.
Agent of Change
Perubahan merupakan hal yang wajib
terjadi agar menghasilkan bangsa yang besar, kuat sejahtera lahir dan bathin
serta bermartabat di mata dunia. Mahasiswa sebagai sekumpulan orang terdidik
yang berasal dari berbagai disiplin ilmu akan menjadi suatu kekuatan sosial
yang sangat luar biasa dalam melakukan berbagai perubahan. Dalam hal ini
mahasiswa sebagai agent of change dapat melakukan perubahan dengan terjun ke
masyarakat membantu menyelesaikan berbagai permasalahan sosial yang dihadapi
masyarakat. Sebagai Agent of Change
mahasiswa harus memperjuangkan perubahan-perubahan menuju perbaikan di bidang
sosial, dalam kehidupan masyarakat, meningkatkan taraf demokrasi Indonesia,
meningkatkan partisipasi politik dengan secara persuasif menyadarkan rakyat
untuk menjadi pemilih yang cerdas, kritis, dan baik, serta meminimalisir
potensi konflik.[2]
2.
Social Control
Mahasiswa mempunyai peran kontrol sosial,
mengingat peran mahasiswa sebagai Internediatory
Actor aktor penengah antara pemerintah dan rakyat. Dimana mahasiswa sebagai
jembatan harus mampu berperan menjelaskan kepada masyarakat perihal
kebijakan/program yang dibuat pemerintah. Disisi lain mahasiswa juga
menyampaikan aspirasi rakyat kepada pemerintah. Selain itu mahasiswa juga harus
mampu menjadi evaluator untuk menilai kebijakan pemerintah apakah sudah sesuai
dengan kebutuhan rakyat atau justru sebaliknya. Sehingga mahasiswa tetap mampu
menjaga pemerintah pada koridornya menyejahterakan masyarakat. Selain itu
mahasiswa juga dalam menyambut tahun politik harus mampu menjadi
penyaring/filter masyarakat terhadap informasi. Maraknya hoax sangat rentan
memicu keresahan dan konflik sehingga mahasiswa perlu berperan mencegah
masyarakat terperangkap hoax dan black campaign.
3.
Moral Force dan Guardian of Value
Sebagai moral force, mahasiswa dalam
menjalankan fungsi dan peranannya dalam berdemokrasi harus lah tetap berpegang
pada moralitas dan integritasnya. Jangan sampai memerintahkan hal baik justru
sendirinya tidak baik (inkonsisten) karena itu mahasiswa dituntut agar mampu
menjadi teladan. Mahasiswa sebagai Guardian of Value berarti mahasiswa
berperan sebagai penjaga nilai-nilai dimasyarakat. Sedikit sudah jelas, bahwa
nilai yang harus dijaga adalah sesuatu yang bersifat benar mutlak, dan tidak
ada keraguan lagi di dalamnya. Nilai itu jelaslah bukan hasil dari pragmatisme,
nilai itu haruslah bersumber dari nilai keilahian dan keilmiahan.
4.
Iron Stock
Peranan
mahasiswa sebagai iron stock yaitu mahasiswa diharapkan menjadi manusia-manusia
tangguh yang memiliki kemampuan dan akhlak mulia yang nantinya dapat
menggantikan generasi-generasi sebelumnya. Intinya mahasiswa itu merupakan
aset, cadangan, harapan bangsa untuk masa depan. Tak dapat dipungkiri bahwa
seluruh organisasi yang ada akan bersifat mengalir, yaitu ditandai dengan
pergantian kekuasaan dari golongan tua ke golongan muda, oleh karena itu
kaderisasi harus dilakukan terus-menerus. Artinya mahasiswa juga harus siap
untuk menjadi penerus kepemimpinan
5.
Aktor Pembangunan
Selain
fungsi-fungsi “Sosial Politik” diatas mahasiswa juga harus mengamalkan Tri
Dharma salah satunya ialah Pengabdian Masyarakat. Tentu pengabdian tersebut
tidak hanya waktu KKN saja tapi harus berkesinambungan sehingga mahasiswa
haruslah menjelma menjadi aktor pembangunan di masyarakat. Pembangunan (Pembangunan
Politik dan Ekonomi) dapat mahasiswa laksanakan dengan turut sertakan
masyarakat melalui pemberdayaan. Pemberdayaan adalah sebuah “proses menjadi”
bukan sebuah “proses instan”. Menurut Wrihatnolo dan Dwijowiyoto (2007)
pemberdayaan memiliki 3 tahapan, yaitu penyadaran, peningkatan kapasitas, dan
pemberian daya:
1) Tahap
Penyadaran
Pada
tahap ini masyarakat diberi pengetahuan yang bersifat kognitif, mudah dipahami,
dan komprehensif. Prinsip dasarnya adalah membuat target mengerti bahwa mereka
perlu (membangun “demand”) diberdayakan, dan proses penyadaran itu timbul dari
diri sendiri.
2) Tahap
Peningkatan Kapasitas
Tahap
berikutnya ialah peningkatan kapasitas/capacity building. Ada 3 jenis capacity
building yakni manusia, organisasi, dan sistem nilai. Peningkatan kapasitas
manusia ialah mengedukasi orang melalui sosialisasi, membentuk organisasi yang
sesuai dengan kegiatan, dan membentuk aturan hukum
3) Tahap Pemberian
Daya
Tahap
terakhir ialah pemberian daya sendiri (empowerment), pada tahap ini masyarakat
diberi daya, kekuasaan, serta otoritas. Masyarakat diberi kewenangan untuk
mengidentifikasi masalah dan strategi yang tepat untuk mengatasi masalah
tersebut.
Kesimpulan
Mahasiswa sebagai
pengemban amanat reformasi dalam demokrasi dan pemilu di era reformasi memiliki
peran penting sebagai agen perubahan, kontrol sosial, iron stock, penjaga
nilai-nilai, dan aktor pembangunan.
Daftar Pustaka
BPS. Indeks
Demokrasi Indonesia (IDI) Tingkat Nasional 2016 Mengalami Penurunan
Dibandingkan Dengan IDI Tingkat Nasional 2015. Retrieved from Website
BPS:
https://www.bps.go.id/pressrelease/2017/09/14/1401/indeks-demokrasi-indonesia--idi--tingkat-nasional-2016-mengalami-penurunan-dibandingkan-dengan-idi-tingkat-nasional-2015.html
diakses pada 30 Juni 2018 pukul 18.15
Dwidjowijoto dan
Wrihatnolo. (2007). Manajemen Pemberdayaan: Sebuah Pengantar dan Panduan
untuk Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Istichomaharani,
I. S. (2016). MEWUJUDKAN PERAN MAHASISWA SEBAGAI “AGENT OF CHANGE, SOCIAL
CONTROL, DAN IRON STOCK". Prosiding Seminar Nasional dan Call for
Paper ke-2 MEA, 1-6.
Putra, A. Dilema
Gerakan Mahasiswa. Retrieved from Harian Halu: https://www.harianhaluan.com/news/detail/60953/dilema-gerakan-mahasiswa
diakses pada 30 Juni 2018 pukul 18.33
Wanandi, K. Peranan
dan Fungsi Mahasiswa dalam era reformasi. Retrieved from KNPI:
http://www.knpikotasemarang.org/2017/01/peranan-dan-fungsi-mahasiswa-dalam-era.html
Diakses pada 30 Juni 2018 pukul 19.30
[2] Istichomaharani, I. S. (2016). MEWUJUDKAN PERAN MAHASISWA
SEBAGAI “AGENT OF CHANGE, SOCIAL CONTROL, DAN IRON STOCK". Prosiding
Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 MEA, halaman 2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar